Total Tayangan Halaman

Kamis, 04 Juni 2020

RESUME PUEBI LENGKAP


RESUME PUEBI

BAB I PEMAKAIAN HURUF

A.    Huruf Abjad

Huruf capital: A, B, C, D, E, F, G, H, I, J, K, L, M, N, O, P, Q, R, S, T, U, V, W, V, Y, Z.

Huruf noncapital: a, b, c, d, e, f, g, h, i, j, k, l, m, n, o, p, q, r, s, t, u, v, w, v, y, z.

B.     Huruf Vokal

Huruf vocal: a, e, I, o, dan u.

Contoh: vocal a => api, vocal e => enak, vocal i => api, vocal o => opa, vocal u => udah.

C.     Huruf Konsonan

Huruf yang melambangkan konsonan dalam bahasa Indonesia terdiri atas 21 huruf, yaitu b, c, d, f, g, h, j, k, l, m, n, p, q, r, s, t, v, w, x, y, dan z.

D.    Huruf Diftong

Huruf diftong terbagi menjadi empat gabungan huruf vokal ai, au, ei, dan oi.

Contoh:

·         Ai : aileron

·         Au: autodidak

·         Ei: eigendom

·         Oi: boikot

E.     Gabungan Huruf Konsonan

Gabungan huruf konsonan ada empat yaitu kh, ng, ny, dan sy masing-masing melambangkan satu bunyi konsonan. Contoh:

·         Kh: khusus

·         Ng: ngarai

·         Ny: nyata

·         Sy: syarat

F.      Huruf Kapital

1.      Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama awal kalimat.

Contoh: Saya sedang mengetik.

2.      Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama orang, termasuk julukan, contoh: Ika Fitrianingsih.

·         Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf perta­ma nama orang yang merupakan nama jenis atau satuan ukuran, missal: ikan mujair, 5 ampere

·         Huruf kapital tidak dipakai untuk menuliskan huruf pertama kata yang bermakna ‘anak dari’, seperti bin, binti, boru, dan van, atau huruf pertama kata tugas, missal: Abdul Rahman bin Zaini

3.      Huruf kapital dipakai pada awal kalimat dalam petikan langsung, misal: Adik bertanya, “Kapan kita pulang?”

4.      Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap kata nama agama, kitab suci, dan Tuhan, termasuk sebutan dan kata ganti untuk Tuhan, missal Islam, Allah.

a. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama gelar kehormatan, keturunan, keagamaan, atau akade­mik yang diikuti nama orang, termasuk gelar akademik yang mengikuti nama orang, misal: Doktor Mohammad Hatta

b. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama gelar kehormatan, keturunan, keagamaan, profesi, serta nama jabatan dan kepangkatan yang dipakai sebagai sa­paan, misal: Selamat pagi, Dokter.

5.      Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang atau yang dipakai sebagai pengganti nama orang tertentu, nama ins-tansi, atau nama tempat, misal: Gubernur Papua Barat

6.      Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa, misal: suku Dani

7.      a. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama ta­hun, bulan, hari, dan hari besar atau hari raya, misal Januari.

b. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama peristiwa sejarah, misal: Perang Dunia II

8.      Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama geografi, misal: Jakarta.

9.      Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua kata dalam nama negara, lembaga, badan, organisasi, atau dokumen, kecuali kata tugas, seperti di, ke, dari, dan, yang, dan untuk, misal: Perserikatan Bangsa-Bangsa.

10.  Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap kata di dalam judul buku, karangan, artikel, dan makalah serta nama majalah dan surat kabar, kecuali kata tugas, seperti di, ke, dari, dan, yang, dan untuk, yang tidak terletak pada posisi awal, misal: Ia menyajikan makalah “Penerapan Asas-Asas Hukum Perdata”.

11.  Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur singka­tan nama gelar, pangkat, atau sapaan, misal: Dr. =>doctor.

12.  Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata penun­juk hubungan kekerabatan, seperti bapak, ibu, kakak, adik, dan paman, serta kata atau ungkapan lain yang dipakai da­lam penyapaan atau pengacuan, misal: Dendi bertanya, “Itu apa, Bu?”

G.    Huruf Miring

1.    Huruf miring dipakai untuk menuliskan judul buku, nama majalah, atau nama surat kabar yang dikutip dalam tu­lisan, termasuk dalam daftar pustaka,  misal: Berita itu muncul dalam surat kabar Cakrawala.

2.      Huruf miring dipakai untuk menegaskan atau mengkhu­suskan huruf, bagian kata, atau kelompok kata dalam kalimat, misal: Ungkapan bhinneka tunggal ika dijadikan semboyan negara Indonesia.

H.    Huruf Tebal

1.      Huruf tebal dipakai untuk menegaskan bagian tulisan yang sudah ditulis miring, misal: Ramadhan.

2.      Huruf tebal dapat dipakai untuk menegaskan bagian-bagian karangan, seperti judul buku, bab, atau subbab, misal: 1.1 Latar Belakang dan Masalah.

BAB II PEMAKAIAN KATA

A.    Kata Dasar

Kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan, misalnya: Kantor pajak penuh sesak.

B.     Kata Berimbuhan

1.      Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran, serta gabungan awalan dan akhiran) ditulis serangkai dengan bentuk dasarnya, Misalnya: berjalan.

2.      Bentuk terikat ditulis serangkai dengan kata yang mengi­kutinya, misalnya: adibusana.

C.     Bentuk Ulang

Bentuk ulang ditulis dengan menggunakan tanda hubung (-) di antara unsur-unsurnya, misalnya: anak-anak, porak-poranda.

D.    Gabungan Kata

1.      Unsur gabungan kata yang lazim disebut kata majemuk, termasuk istilah khusus, ditulis terpisah, misalnya: duta besar, kambing hitam.

2.      Gabungan kata yang dapat menimbulkan salah pengertian ditulis dengan membubuhkan tanda hubung (-) di antara unsur-unsurnya, misalnya: anak-istri pejabat.

3.      Gabungan kata yang penulisannya terpisah tetap ditulis terpisah jika mendapat awalan atau akhiran, misalnya: bertepuk tangan.

4.      Gabungan kata yang mendapat awalan dan akhiran seka­ligus ditulis serangkai, misalnya: dilipatgandakan.

5.      Gabungan kata yang sudah padu ditulis serangkai, misalnya: acapkali.

E.     Pemenggalan Kata

1.       Pemenggalan pada kata dasar:

·         Jika di tengah kata terdapat huruf vokal yang berurutan, pemenggalannya dilakukan di antara kedua huruf vokal itu, misalnya: bu-ah.

·         Huruf diftong tidak dipenggal, misalnya: pan-dai.

·         Apabila di tengah kata dasar terdapat huruf konsonan (terma­suk gabungan huruf konsonan) di antara dua huruf vokal, pemenggalannya dilakukan sebelum huruf konsonan itu, misalnya: ba-pak.

·         Jika di tengah kata dasar terdapat dua huruf konsonan yang berurutan, pemenggalannya dilakukan di antara kedua huruf konsonan itu, misalnya: Ap-ril, cap-lok.

·         Jika di tengah kata dasar terdapat tiga huruf konsonan atau lebih yang masing-masing melambangkan satu bunyi, pemenggalannya dilakukan di antara huruf kon­sonan yang pertama dan huruf konsonan yang kedua, misalnya: ul-tra.

2.       Pemenggalan kata turunan sedapat-dapatnya dilakukan di antara bentuk dasar dan unsur pembentuknya, misalnya: ber-jalan, mem-pertanggungjawabkan.

3.       Jika sebuah kata terdiri atas dua unsur atau lebih dan salah satu unsurnya itu dapat bergabung dengan unsur lain, pemenggalannya dilakukan di antara unsur-unsur itu. Tiap unsur gabungan itu dipenggal seperti pada kata dasar, misalnya:

biografi           bio-grafi          bi-o-gra-fi

biodata            bio-data           bi-o-da-ta

4.       Nama orang yang terdiri atas dua unsur atau lebih pada akhir baris dipenggal di antara unsur-unsurnya.

Misalnya: Lagu “Indonesia Raya” digubah oleh Wage Rudolf

Supratman.

5.       Singkatan nama diri dan gelar yang terdiri atas dua huruf atau lebih tidak dipenggal, misalnya: Ia bekerja di DLLAJR.

F.      Kata Depan

Kata depan, seperti di, ke, dan dari, ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya. Misalnya:

Di mana dia sekarang?

Kain itu disimpan di dalam lemari.

G.    Partikel

1.      Partikel -lah, -kah, dan -tah ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya, misalnya: Bacalah buku itu baik-baik!

2.      Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya, misalnya: Apa pun permasalahan yang muncul, dia dapat mengata­sinya dengan bijaksana.

·         Catatan: partikel pun yang merupakan unsur kata penghubung ditulis serangkai, misalnya: Meskipun sibuk, dia dapat menyelesaikan tugas tepat pada waktunya.

3.      Partikel per yang berarti demi, tiap, atau mulaiditulis terpisah dari kata yang mengikutinya, misalnya: mereka masuk ke dalam ruang rapat satu per satu.

H.    Singkatan dan Nama Gelar

1.      Singkatan nama orang, gelar, sapaan, jabatan, atau pang­kat diikuti dengan tanda titik pada setiap unsur singkatan itu, misalnya:

A.H. Nasution: Abdul Haris Nasution.

2.      -Singkatan yang terdiri atas huruf awal setiap kata nama lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, lembaga pen­didikan, badan atau organisasi, serta nama dokumen resmi ditulis dengan huruf kapital tanpa tanda titik, misalnya:

NKRI: Negara Kesatuan Republik Indonesia

-Singkatan yang terdiri atas huruf awal setiap kata yang bukan nama diri ditulis dengan huruf kapital tanpa tan­da titik, misalnya:

PT: perseroan terbatas

3.      Singkatan yang terdiri atas tiga huruf atau lebih diikuti dengan tanda titik, misalnya:

hlm. : halaman

4.      Singkatan yang terdiri atas dua huruf yang lazim dipakai dalam surat-menyurat masing-masing diikuti oleh tanda titik, misalnya:

a.n.      atas nama

5.      Lambang kimia, singkatan satuan ukuran, takaran, tim­bangan, dan mata uang tidak diikuti tanda titik, misalnya: Cu   kuprum

6.      Akronim nama diri yang terdiri atas huruf awal setiap kata ditulis dengan huruf kapital tanpa tanda titik, misalnya:

BIG Badan Informasi Geospasial

7.      Akronim nama diri yang berupa gabungan suku kata atau gabungan huruf dan suku kata dari deret kata ditulis dengan huruf awal kapital.

Misalnya:

Bulog Badan Urusan Logistik

8.      Akronim bukan nama diri yang berupa gabungan huruf awal dan suku kata atau gabungan suku kata ditulis dengan huruf kecil.

Misalnya:

iptek    ilmu pengetahuan dan teknologi

I.       Angka dan Bilangan

Angka Arab : 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9

Angka Romawi : I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, IX, X, L

1.      Bilangan dalam teks yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis dengan huruf, kecuali jika dipakai se­cara berurutan seperti dalam perincian.

Misalnya:

-Mereka menonton drama itu sampai tiga kali.

-Di antara 72 anggota yang hadir, 52 orang setuju, 15 orang tidak setuju, dan 5 orang abstain.

2.      a. Bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huruf.

Misalnya:

Lima puluh siswa teladan mendapat beasiswa dari pemerintah daerah.

b. Apabila bilangan pada awal kalimat tidak dapat dinya­takan dengan satu atau dua kata, susunan kalimatnya diubah.

Misalnya:

Panitia mengundang 250 orang peserta.

3.      Angka yang menunjukkan bilangan besar dapat ditulis se­bagian dengan huruf supaya lebih mudah dibaca.

Misalnya:

Dia mendapatkan bantuan 250 juta rupiah untuk mengembangkan usahanya.

4.      Angka dipakai untuk menyatakan (a) ukuran panjang, be­rat, luas, isi, dan waktu serta (b) nilai uang.

Misalnya:

0,5 sentimeter

5.      Angka dipakai untuk menomori alamat, seperti jalan, ru­mah, apartemen, atau kamar.

Misalnya:

Jalan Tanah Abang I No. 15

6.      Angka dipakai untuk menomori bagian karangan atau ayat kitab suci.

Misalnya:

Bab X, Pasal 5, halaman 252

7.      Penulisan bilangan dengan huruf

·         Bilangan utuh: dua belas, tiga puluh.

·         Bilangan pecahan: setengah, tiga perempat

8.      Penulisan bilangan tingkat

Misalnya:

·         abad XX

·         abad ke-20

·         abad kedua puluh

·         Perang Dunia II

·         Perang Dunia Ke-2

·         Perang Dunia Kedua  

9.      Penulisan angka yang mendapat akhiran –an, misalnya:

lima lembar uang 1.000-an (lima lembar uang seribuan)

10.  Penulisan bilangan dengan angka dan huruf sekaligus dilakukan dalam peraturan perundang-undangan, akta, dan kuitansi.

Misalnya:

Telah diterima uang sebanyak Rp2.950.000,00 (dua juta sembilan ratus lima puluh ribu rupiah) untuk pembayaran satu unit televisi.

11.  Penulisan bilangan yang dilambangkan dengan angka dan diikuti huruf Misalnya:

Saya lampirkan tanda terima uang sebesar Rp900.500,50 (sembilan ratus ribu lima ratus rupiah lima puluh sen).

12.  Bilangan yang digunakan sebagai unsur nama geografi ditulis dengan huruf.

Misalnya: Kelapadua

J.       Kata Ganti ku-, kau-, -ku, -mu, dan –nya

Kata ganti ku- dan kau- ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya, sedangkan -ku, -mu, dan -nya ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.

Misalnya:

Rumah itu telah kujual.

Majalah ini boleh kaubaca.

K.    Kata Sandang si dan sang

Kata si dan sang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya.

Misalnya:

Surat itu dikembalikan kepada si pengirim.

Ibu itu menghadiahi sang suami kemeja batik.

Catatan:

Huruf awal sang ditulis dengan huruf kapital jika sang me-rupakan unsur nama Tuhan.

BAB III PEMAKAIAN TANDA BACA

A.    Tanda Titik (.)

1.      Tanda titik dipakai pada akhir kalimat pernyataan.

Misalnya: Mereka duduk di sana.

2.      Tanda titik dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar, atau daftar.

Misalnya:

a. I. Kondisi Kebahasaan di Indonesia

A. Bahasa Indonesia

Catatan:

1.      Tanda titik tidak dipakai pada angka atau huruf yang sudah bertanda kurung dalam suatu perincian.

Misalnya:

Bahasa Indonesia berkedudukan sebagai

1)      bahasa nasional

2.      Tanda titik tidak dipakai pada akhir penomoran digi­tal yang lebih dari satu angka (seperti pada 2b).

3.       Tanda titik tidak dipakai di belakang angka atau ang­ka terakhir dalam penomoran deret digital yang lebih dari satu angka dalam judul tabel, bagan, grafik, atau gambar.

Misalnya:

Tabel 1 Kondisi Kebahasaan di Indonesia

3.      Tanda titik dipakai dalam daftar pustaka di antara nama penulis, tahun, judul tulisan (yang tidak berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru), dan tempat terbit.

Misalnya:

Moeliono, Anton M. 1989. Kembara Bahasa. Jakarta: Gramedia.

4.      Tanda titik dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya yang menunjukkan jumlah.

Misalnya:

Indonesia memiliki lebih dari 13.000 pulau.

B.     Tanda Koma

1.      Tanda koma dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu pemerincian atau pembilangan.

Misalnya:

Telepon seluler, komputer, atau internet bukan barang asing lagi.

2.      Tanda koma dipakai sebelum kata penghubung, seperti tetapi, melainkan, dan sedangkan, dalam kalimat majemuk (setara).

Misalnya:

Saya ingin membeli kamera, tetapi uang saya belum cukup.

3.      Tanda koma dipakai untuk memisahkan anak kalimat yang mendahului induk kalimatnya.

Misalnya:

Kalau diundang, saya akan datang.

4.      Tanda koma dipakai di belakang kata atau ungkapan peng-hubung antarkalimat, seperti oleh karena itu, jadi, dengan demikian, sehubungan dengan itu, dan meskipun demikian.

5.      Tanda koma dipakai sebelum dan/atau sesudah kata seru, seperti o, ya, wah, aduh, atau hai, dan kata yang dipakai sebagai sapaan, seperti Bu, Dik, atau Nak.

6.      Tanda koma dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat.

Misalnya:

Kata nenek saya, “Kita harus berbagi dalam hidup ini.”

7.      Tanda koma dipakai di antara (a) nama dan alamat, (b) ba­gian-bagian alamat, (c) tempat dan tanggal, serta (d) nama tempat dan wilayah atau negeri yang ditulis berurutan.

Misalnya:

Surabaya, 10 Mei 1960

8.      Tanda koma dipakai untuk memisahkan bagian nama yang dibalik susunannya dalam daftar pustaka.

Misalnya:

Gunawan, Ilham. 1984. Kamus Politik Internasional. Ja­karta: Restu Agung.

9.      Tanda koma dipakai di antara bagian-bagian dalam catatan kaki atau catatan akhir.

10.  Tanda koma dipakai di antara nama orang dan singkatan gelar akademis yang mengikutinya untuk membedakannya dari singkatan nama diri, keluarga, atau marga.

Misalnya: Ratulangi, S.E.

11.  Tanda koma dipakai sebelum angka desimal atau di antara rupiah dan sen yang dinyatakan dengan angka.

Misalnya:12,5 m

12.  Tanda koma dipakai untuk mengapit keterangan tambahan atau keterangan aposisi. Misalnya:

Di daerah kami, misalnya, masih banyak bahan tam­bang yang belum diolah.

 

13.  Tanda koma dapat dipakai di belakang keterangan yang ter­dapat pada awal kalimat untuk menghindari salah baca/salah pengertian.

Misalnya:

Dalam pengembangan bahasa, kita dapat memanfaat­kan bahasa daerah.

C.     Tanda Titik Koma

1.   Tanda titik koma dapat dipakai sebagai pengganti kata peng-hubung untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat setara yang lain di dalam kalimat majemuk.

Misalnya: Hari sudah malam; anak-anak masih membaca buku.

2.     Tanda titik koma dipakai pada akhir perincian yang berupa klausa. Misalnya: Syarat penerimaan pegawai di lembaga ini adalah

(1)   berkewarganegaraan Indonesia;

3.     Tanda titik koma dipakai untuk memisahkan bagian-ba­gian pemerincian dalam kalimat yang sudah menggunakan tanda koma. Misalnya:

Ibu membeli buku, pensil, dan tinta; baju, celana, dan kaus; pisang, apel, dan jeruk.

D.    Tanda Titik Dua

1.      Tanda titik dua dipakai pada akhir suatu pernyataan leng­kap yang diikuti pemerincian atau penjelasan.

Misalnya: Mereka memerlukan perabot rumah tangga: kursi, meja, dan lemari.

2.      Tanda titik dua tidak dipakai jika perincian atau penjelasan itu merupakan pelengkap yang mengakhiri pernyataan.

Misalnya:

Kita memerlukan kursi, meja, dan lemari.

3.      Tanda titik dua dipakai sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemerian.

Misalnya:

a. Ketua : Ahmad Wijaya

Sekretaris : Siti Aryani

Bendahara : Aulia Arimbi

4.      Tanda titik dua dipakai dalam naskah drama sesudah kata yang menunjukkan pelaku dalam percakapan.

Misalnya: Ibu : “Bawa koper ini, Nak!”

5.      Tanda titik dua dipakai di antara (a) jilid atau nomor dan halaman, (b) surah dan ayat dalam kitab suci, (c) judul dan anak judul suatu karangan, serta (d) nama kota dan pener­bit dalam daftar pustaka.

Misalnya: Horison, XLIII, No. 8/2008: 8

E.     Tanda Hubung

1.      Tanda hubung dipakai untuk menandai bagian kata yang terpenggal oleh pergantian baris.

2.      Tanda hubung dipakai untuk menyambung unsur kata ulang.

Misalnya: anak-anak

3.      Tanda hubung dipakai untuk menyambung tanggal, bulan, dan tahun yang dinyatakan dengan angka atau menyam­bung huruf dalam kata yang dieja satu-satu.

Misalnya: 11-11-2013

4.      Tanda hubung dapat dipakai untuk memperjelas hubungan bagian kata atau ungkapan.

Misalnya: ber-evolusi

5.      Tanda hubung dipakai untuk merangkai unsur bahasa Indo­nesia dengan unsur bahasa daerah atau bahasa asing.

Misalnya: di-sowan-i (bahasa Jawa, ‘didatangi’)

F.      Tanda Pisah

1.      Tanda pisah dapat dipakai untuk membatasi penyisipan kata atau kalimat yang memberi penjelasan di luar bangun kalimat.

Misalnya: Kemerdekaan bangsa itu—saya yakin akan tercapai—diperjuangkan oleh bangsa itu sendiri.

2.      Tanda pisah dapat dipakai juga untuk menegaskan adanya keterangan aposisi atau keterangan yang lain.

Misalnya: Soekarno-Hatta—Proklamator Kemerdekaan RI—diaba­dikan menjadi nama bandar udara internasional.

3.      Tanda pisah dipakai di antara dua bilangan, tanggal, atau tempat yang berarti ‘sampai dengan’ atau ‘sampai ke’.

Misalnya: Tahun 2010—2013

G.    Tanda Tanya

1.      Tanda tanya dipakai pada akhir kalimat tanya.

2.      Tanda tanya dipakai di dalam tanda kurung untuk menya­takan bagian kalimat yang disangsikan atau yang kurang dapat dibuktikan kebenarannya. Misalnya:

Monumen Nasional mulai dibangun pada tahun 1961 (?).

H.    Tanda Seru

Tanda seru dipakai untuk mengakhiri ungkapan atau pernyata­an yang berupa seruan atau perintah yang menggambarkan ke­sungguhan, ketidakpercayaan, atau emosi yang kuat. Misalnya: Merdeka!

I.       Tanda Elips (…)

1.      Tanda elipsis dipakai untuk menunjukkan bahwa dalam suatu kalimat atau kutipan ada bagian yang dihilangkan.

Misalnya: Penyebab kemerosotan ... akan diteliti lebih lanjut.

2.      Tanda elipsis dipakai untuk menulis ujaran yang tidak sele­sai dalam dialog.Misalnya: “Menurut saya … seperti … bagaimana, Bu?”

J.       Tanda Petik (‘…”)

1.      Tanda petik dipakai untuk mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan, naskah, atau bahan tertulis lain.

Misalnya:

Merdeka atau mati!seru Bung Tomo dalam pidatonya.

2.      Tanda petik dipakai untuk mengapit judul sajak, lagu, film, sinetron, artikel, naskah, atau bab buku yang dipakai da­lam kalimat.

Misalnya:

Sajak “Pahlawanku” terdapat pada halaman 125 buku itu.

3.      Tanda petik dipakai untuk mengapit istilah ilmiah yang ku­rang dikenal atau kata yang mempunyai arti khusus.

Misalnya:

Tetikuskomputer ini sudah tidak berfungsi.

K.    Tanda Petik Tunggal

1.      Tanda petik tunggal dipakai untuk mengapit petikan yang terdapat dalam petikan lain.

Misalnya:

Tanya dia, “Kaudengar bunyi ‘kring-kring’ tadi?”

2.      Tanda petik tunggal dipakai untuk mengapit makna, ter­jemahan, atau penjelasan kata atau ungkapan.

Misalnya:

Tergugat:          yang digugat

L.     Tanda Kurung

1.    Tanda kurung dipakai untuk mengapit tambahan keterang-an atau penjelasan.

Misalnya: Dia memperpanjang surat izin mengemudi (SIM).

2.    Tanda kurung dipakai untuk mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian utama kalimat.

Misalnya: Sajak Tranggono yang berjudul “Ubud” (nama tempat yang terkenal di Bali) ditulis pada tahun 1962.

3.    Tanda kurung dipakai untuk mengapit huruf atau kata yang keberadaannya di dalam teks dapat dimunculkan atau dihilangkan.

Misalnya: Dia berangkat ke kantor selalu menaiki (bus) Transja­karta.

4.    Tanda kurung dipakai untuk mengapit huruf atau angka yang digunakan sebagai penanda pemerincian.

Misalnya: Faktor produksi menyangkut (a) bahan baku, (b) biaya produksi, dan (c) tenaga kerja.

M.   Tanda Kurung Siku

1.    Tanda kurung siku dipakai untuk mengapit huruf, kata, atau kelompok kata sebagai koreksi atau tambahan atas kesalahan atau kekurangan di dalam naskah asli yang di-tulis orang lain.

Misalnya: Sang Sapurba men[d]engar bunyi gemerisik.

2.    Tanda kurung siku dipakai untuk mengapit keterangan da­lam kalimat penjelas yang terdapat dalam tanda kurung.

Misalnya: Persamaan kedua proses itu (perbedaannya dibicarakan di dalam Bab II [lihat halaman 35─38]) perlu dibentang­kan di sini.

N.    Tanda Garis Miring

1.      Tanda garis miring dipakai dalam nomor surat, nomor pada alamat, dan penandaan masa satu tahun yang terbagi da­lam dua tahun takwim.

2.      Tanda garis miring dipakai sebagai pengganti kata dan, atau, serta setiap.

3.      Tanda garis miring dipakai untuk mengapit huruf, kata, atau kelompok kata sebagai koreksi atau pengurangan atas kesalahan atau kelebihan di dalam naskah asli yang ditulis orang lain.

Misalnya: Buku Pengantar Ling/g/uistik karya Verhaar dicetak be­berapa kali.

O.    Tanda Penyingkat atau Apostrof (‘)

Tanda penyingkat dipakai untuk menunjukkan penghilangan bagian kata atau bagian angka tahun dalam konteks tertentu.

Misalnya:

Dia ‘kan kusurati. (‘kan = akan)

BAB IV. PENULISAN UNSUR SERAPAN

Unsur serapan dalam bahasa Indonesia berdasarkan taraf integrasinya dibagi menjadi dua.

1.      Unsur asing yang belum sepenuhnya terserap ke dalam bahasa Indonesia, seperti force majeur, de facto, de jure, dan l’exploitation de l’homme par l’homme. Unsur-unsur itu dipakai dalam konteks bahasa Indonesia, tetapi cara pengucapan dan penulisannya masih mengikuti cara asing.

2.      Unsur asing yang penulisan dan pengucapannya disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia. Dalam hal ini, penyerapan diusahakan agar ejaannya diubah seperlunya sehingga bentuk Indonesianya masih dapat dibandingkan dengan bentuk asalnya.

Kaidah ejaan yang berlaku bagi unsur serapan itu adalah sebagai berikut.

1.      a (Arab, bunyi pendek atau bunyi panjang) menjadi a (bukan o)

2.      ‘ain ( ع Arab) pada awal suku kata menjadi a, i, u‘ain ( ع Arab) pada awal suku kata menjadi a, i, u

3.      ‘ain ( ع Arab) di akhir suku kata menjadi k

4.      aa (Belanda) menjadi a

5.      ae tetap ae jika tidak bervariasi dengan e

6.      ae, jika bervariasi dengan e, menjadi e

7.      ai tetap ai

8.      au tetap au

9.      c di depan a, u, o, dan konsonan menjadi k

10.  c di depan e, i, oe, dan y menjadi s

11.  cc di depan o, u, dan konsonan menjadi k

12.  cc di depan e dan i menjadi ks

13.  cch dan ch di depan a, o, dan konsonan menjadi k

14.  ch yang lafalnya s atau sy menjadi s

15.  ch yang lafalnya c menjadi c

16.  ck menjadi k

17.  ç (Sanskerta) menjadi s

18.  ḍad ( ض Arab) menjadi d

19.  e tetap e

20.  ea tetap ea

21.  ee (Belanda) menjadi e

22.  ei tetap ei

23.  eo tetap eo

24.  eu tetap eu

25.  fa ( ف Arab) menjadi f

26.  f tetap f

27.  gh menjadi g

28.  gain ( غ Arab) menjadi g

29.  gue menjadi ge

30.  ḥa ( ح Arab) menjadi h

31.  hamzah ( ء Arab) yang diikuti oleh vokal menjadi a, i, u

32.  hamzah ( ء Arab) di akhir suku kata, kecuali di akhir kata, menjadi k

33.  hamzah ( ء Arab) di akhir kata dihilangkan

34.  i (Arab, bunyi pendek atau bunyi panjang) menjadi i

35.  i pada awal suku kata di depan vokal tetap i

36.  ie (Belanda) menjadi i jika lafalnya i