Total Tayangan Halaman

Rabu, 02 Mei 2018

LAPORAN PRAKTIKUM PENGGUNAAN MIKROSKOP


LAPORAN PRAKTIKUM
BIOLOGI UMUM
“PENGGUNAAN MIKROSKOP”



Oleh:

Nama              : Ika Fitrianingsih
NIM                : 170210104091
Kelas               : IPA-C
Kelompok      : 4


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN IPA
JURUSAN PENDIDIKAN MIPA
FAKULTAS KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2017

I. JUDUL
PENGGUNAAN MIKROSKOP

II. TUJUAN
2.1 Memperkenalkan komponen-komponen mikroskop dan cara
penggunaanya.
2.2 Menentukan luas bidang pandang mikroskop.
2.3 Mempelajari cara menyiapkan bahan-bahan yang akan diamati di
bawah mikroskop.
III. DASAR TEORI
 Kemampuan daya pisah panca indera manusia sangat terbatas,
sehingga ada masalah ketika akan melakukan pengamatan mengenai
organisme yang hanya dapat diamati dengan menggunakan alat bantu.
Salah satu alat bantu yang sering digunakan ketika pengamatan preparat
mikroskopis ialah mikroskop. Mikroskop tersusun dari dua kata latin yaitu
micro yang artinya kecil dan scopium yang artinya penglihatan. Sehingga
mikroskop dapat diartikan sebagai alat bantu yang berfungsi untuk
meningkatkan kemampuan daya pisah seseorang, sehingga memungkinkan
untuk dapat mengamati obyek yang sangat halus dan kecil (Tim Dosen
Pembina, 2017:1).
Mikroskop terdiri dari dua macam yaitu mikroskop biasa dan
mikroskop elektron. Mikroskop biasa prinsipnya ditemukan oleh Hans
dan Zacharias Janssen (1590), cahaya sebagai pemantul bayangan obyek.
Terdiri dari dua lensa yaitu lensa obyektif dan lensa okuler. Sedangkan
mikroskop electron ditemukan oleh Knoll dan Ruska (1932), electron
sebagai pemantul bayangan suatu obyek. Karena electron tidak bisa dilihat
oleh mata manusia maka bayangan obyek diterima layar fluorescent
(bercahaya) atau film potret dengan begitu mata bisa mengamatinya.
Mikroskop electron dikembangkan dalam bidang biologi pada tahun 50-an
(Yatim, 1987:9-10).
Mikroskop biasa dapat disebut juga dengan mikroskop cahaya. Mikroskop cahaya yang menggunakan lensa optis terdiri dari mikroskop medan terang, mikroskop medan gelap, mikroskop fluoresensi dan mikroskop fase kontras (Ristiati, 2000: 34).
Mikroskop medan terang digunakan untuk memperbesar gambaran objek yang diuji, menentukan ukuran, susunan karakteristik dan motilitas bakteri. Medan mikroskop yang akan diamati terang benderang sehingga objek yang sedang diamati tampak lebih gelap daripada latar belakangnya, namun perbesarannya terbatas (Ristiati, 2000: 34).
Mikroskop medan gelap, objek yang diamati terang benderang dan sangat nyata terhadap medan gelap. Caranya dengan menahan sebagian berkas cahaya yang masuk ke dalam kondensor, cincin medan gelap hanya melewatkan berkas cahaya yang mengenai objek pada slide specimen agar memasuki objektif (Ristiati, 2000: 34).
Mikroskop fluoresensi digunakan untuk mengamati keberadaan mikroba dan kultur campuran. Mikroskop ini menggunakan sinar ultraviolet yang tidak terlihat dalam pengoperasiannya (Ristiati, 2000: 34).
Mikroskop fase kontras digunakan untuk menambah kontras antara sel dengan latar belakangnya dan antara struktur dalam sel dengan sitoplasma. Selain itu mikroskop ini digunakan untuk melihat objek dengan indeks reflaksi sinar yang berbeda (Ristiati, 2000: 35).
Mikroskop electron memberikan perbesaran yang jauh lebih besar daripada mikroskop cahaya. Ini dimungkinkan karena daya pisah yang diperoleh lebih besar karena berkas berkas electron yang digunakan untuk perbesaran mempunyai panjang gelombang yang sangat pendek dibandingkan dengan cahaya. Berkas electron yang dipakai dalam mikroskop electron mempunyai panjang gelombang antara 0,005 sampai 0,0003 (Ristiati, 2000: 36).
Mikroskop electron terdiri dari dua macam yaitu mikroskop electron transmisi dan mikroskop electron pemayaran (scaning electron microscope). Mikroskop electron transmisi menggunakan berkas electrondalam pengoperasiannya, memungkinkan perbesaran sampai sejuta kali diameter. Bayangan yang dihasilkan oleh mikroskop electron transmisi dapat dilihat apabila diproyeksikan pada layar pendar. Namun dalam penggunaan mikroskop electron transmisi terdapat beberapa masalah yaitu diperlukan tenaga teknisi yang terlatih untuk proses pengoperasiannya, harganya mahal, memerlukan specimen yang sangat tipis, specimen yang diamati harus berada di ruang hampa, tidak dapat mengamati specimen hidup, bayangan yang dihasilkan tidak berwarna (Volk, 1988:27).
Mekanisme kerja mikroskop electron transmisi yaitu, dari electron gun electron ditembakkan kemudian melewati dua lensa kondenser yang berguna menguatkan dari elektron yang ditembakkan. Setelah melewati dua lensa kondenser elektron diterima oleh spesimen yang tipis dan berinteraksi, kemudian elektron yang berinteraksi dengan spesimen diteruskan pada tiga lensa yaitu lensa objektif, lensa intermediate dan lensa proyektor (Respati, 2008:42).
Mikroskop electron pemayaran (scaning electron microscope) menggunakan berkas electron dalam pengoperasiannya. Mekanisme kerja mikroskop scanning electron yaitu pengatur dari pancaran sinar elektron ditembakkan kemudian sinar dari lampu dipancarkan pada lensa kondensor. Sinar yang melewati lensa kondensor diteruskan ke lensa obyektif yang dapat diatur maju mundurnya. Sinar yang melewati lensa obyektif diteruskan pada spesimen yang diatur miring pada pencekamnya, spesimen ini disinari oleh deteksi x-ray yang menghasikan sebuah gambar yang kemudian diteruskan pada layar monitor (Respati, 2008:42).
Komponen-komponen utama mikroskop terdiri dari lensa okuler yang terletak tepat di dekata mata pengamat, tabung tubuh merupakan tabung yang memisahkan antara lensa okuler dengan lensa obyektif, penyesuaian kasar untuk menggerakkan tabung mikroskop dengan cepat (kasar), penyesuaian halus untuk memfokuskan objek, lengan mikroskop sebagai pegangan saat membawa mikroskop, penjepit untuk menjepit preparat, pentas (meja mikroskop) sebagai tempat meletakkan preparatyang akan diamati, kondensor merupakan alat untuk memfokuskan cahaya, diafragma merupakan komponen untuk mengatur banyak sedikitnya cahaya yang masuk, cermin untuk memantulkan cahaya yang akan diteruskan ke kondensor, kaki mikroskop sebagai penyangga mikroskop (Volk, 1988:25).

IV. METODE PRAKTIKUM
4.1 Alat dan Bahan
4.1.1 Mikroskop.
4.1.2 Gelas obyek dan gelas penutup.
4.2 Bahan
4.2.1 Potongan kertas yang bertuliskan huruf d dan b.
4.3 Skema Kerja
4.3.1 Pengamatan potongan huruf “d” atau “b”

  • Meletakkan potongan huruf “d” atau “b” pada gelas obyek dengan gelas penutup dan tutupah perlahan-lahan menggunakan perbesaran lensa obyektif lemah;
  • Membandingkan letak bayangan dengan letak obyek yang diamati. (Letak bayangan sama atau terbalik? Apakah bayangan tersebut merupakan bayangan cermin?) Gambarlah bayangan tersebut;
  • Memandang ke dalam okuler, geserlah preparat dari kiri ke kanan. (Ke arah mana bayangan bergeser? Dan kemana kah bayangannya jika preparat digeser ke belakang?).
4.3.2 Mengukur luas bidang pandang
  • Meletakkan potongan huruf “d” atau “b” pada gelas obyek dan tutupah dengan gelas penutup, lalu amati preparat dengan menggunakan perbesaran lensa obyektif lemah;
  • Memperhatikan bahwa di bagian samping kiri dan di belakang meja preparat terdapat skala yang menentukan dua sumbu;
  • Mengamati lewat okuler di mana letak huruf “d” atau “b”, kemudian geserlah ke arah kanan sampai batas terakhir huruf terlibat. Tandai pada angka berapa letak titik dengan melihat angka pada skala ;
  • Menggeser ke arah kiri sampai sampai posisi yang sama dicapai oleh bagian kanan;
  • Menghitung luas bidang pandang dengan menghitung selisih antara kedua titik (diameter bidang pandang) dengan rumus: 𝑳=𝝅𝒓𝟐, Keterangan:
    L : Luas bidang pandang
    π : 3,14
    r : jari jari

V. HASIL PENGAMATAN
5.1 Pengamatan menggunakan huruf b atau d



5.2 Pengamatan menghitung luas bidang pandang
Ke kanan :106 mm
Ke kiri : 104 mm
d :106-104 = 2 mm
r1 : 1 mm
Ke atas : 29 mm
Ke bawah : 28 mm
d : 29-28 = 1mm
r2 : 0,5 mm
r total : r1+r2 2
: 1+0,5 2
: 0,75 mm

𝑳=𝝅𝒓𝟐
= 3,14 × (𝑟𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙)2
= 3,14 × (0,75)2
= 3,14 × 0,5625
= 1,76625 mm2


VI. PEMBAHASAN
Pengamatan yang pertama menggunakan potongan kertas yang bertuliskan huruf d dengan menggunakan perbesaran 4×10. Dimana saat potongan kertas yang bertuliskan huruf d diamati dengan menggunakan mikroskop hurufnya berubah menjadi huruf p dan ketika huruf yang dipakai pengamatan itu huruf b maka pada saat diamati di mikroskop hurufnya menjadi q. Kemudian jika preparat digeser kearah kanan maka bayangan bergeser ke arah kiri, begitupun sebaliknya ketika preparat digeser ke arah kiri maka bayangan bergeser ke arah kanan. Sedangkan ketika preparat digeser ke bawah maka bayangan bergeser ke atas, begitu juga sebaliknya, ketika preparat digeser ke atas maka bayangan bergeser ke bagian bawah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa mikroskop bersifat maya, terbalik dan diperbesar.

Pengamatan yang ke dua menghitung luas bidang pandang pada mikroskop, awalnya huruf yang diletakkan di meja mikroskop diamati kemudian digeser ke kanan sampai batas akhir huruf terlihat kemudian hitung skalanya, di pengamatan diperoleh 106 mm. Selanjutnya geser huruf ke kiri sampai batas akhir huruf terlihat kemudian hitung skalanya, di pengamatan diperoleh 104 mm. Lalu geser huruf ke bagian atas mikroskop sampai batas akhir huruf terlihat, hitung skalanya di pengamatan diperoleh 2 mm. Begitu juga dengan bagian bawah, geser huruf ke bagian bawah sapai batas akhir huruf terlihat kemudian hitung skalanya, di pengamatan diperoleh 28 mm. Setelah hal itu dilakukan hitung jari jari dan luas bidang pandang mikroskop. Dimana dari hasil pengamatan diperoleh jari jari total 0,75 mm dan luasnya 1,76625 mm2.

VII. PENUTUP
7.1 Kesimpulan
7.1.1 Mikroskop mempunyai banyak komponen dan setiap komponen mempunyai fungsi yang berbeda-beda, seperti kaki mikroskop berfungsi sebagai penyangga mikroskop, lengan mikroskop sebagai pegangan saat memindah atau mambawa mikroskop ke tempat lain.
7.1.2 Menghitung luas pandang mikroskop dapat dilakukan dengan cara menhitung selisih antara kedua titik (diameter bidang pandang) kemudian dihitung menggunakan rumus 𝐿=𝜋𝑟2.
7.1.3 Cara menyiapkan bahan-bahan percobaan (preparat) harus dilakukan secara sistematis berupa langkah-langkah yang kronologis. Seperti meletakkan obyek di gelas obyek dan gelas penutup.

7.2 Saran
7.2.1 Seharusnya asisten ditambah lagi agar dalam melakukan pengamatan bisa lebih efektif dan efisien.
7.2.2 Seharusnya mikroskop di letakkan agak jauh antar masing-masing pengamat agar tidak berdempetan satu sama lain.
7.2.3 Praktikan seharusnya lebih memahami lagi langkah kerja yang akan dilakukan.


VIII. DAFTAR PUSTAKA
Ristiati, Ni Putu. 2000. Pengantar Biologi Umum. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional
Respati, S. M. B. 2008. Macam-Macam Mikroskop dan Cara Penggunaanya. Jurnal Momentum. Vol 4 (2) : 42-44
Tim Dosen Pembina. 2017. Petunjuk Praktikum Biologi Umum. Jember : Unej
Volk, A. Wesley. 1988. Mikrobiologi Dasar. Jakarta : Erlangga
Yatim, Wildan.1987. Biologi. Bandung : Tarsito
      

Minggu, 29 April 2018

Sintesis Protein

1. Mengapa terjadi reduksi/pengurangan size ribosom saat penggabungan ribosom sub unit besar dan sub unit kecil?
  • Jawab: Proses translasi terjadi pada sitoplasma tepatnya di ribosom. Ribosom terdiri atas dua subunit yaitu sub unit besar dan sub unit kecil, yang akan menyatu selama  translasi inisiasi dan terpisah ketika translasi telah selesai. Ribosom mengalami reduksi saat penggabungan ribosom sub unit besar dan sub unit kecil pada proses translasi inisiasi sampai proses translasi selesai. Ukuran ribosom dinyatakan atas dasar laju pengendapannya selama sentrifugasi. Penyebab terjadinya ribosom mengalami reduksi dikarenakan pada saat proses translasi inisiasi terjadi pelekatan ribosom sub unit pada bagian ujung 5' RNAd, kemudian ribosom sub unit besar juga mengalami pelekatan pada ribosom sub unit kecil, sehingga pada saat ribosom sub unit besar akan mengalami pelekatan pada ribosom sub unit kecil harus terjadi penyesuaian ukuran agar bisa bersatu sampai proses translasi selesai.
2. Mengapa perlu penambahan cap metil dan poly-A tail pada pre-mRNA hasil transkripsi?
  • Cap metil adalah proses perubahan lima primer mRNA menjadi tiga primer mRNA melalui pautan 5’-5’. Proses ini mencangkup penambahan suatu nukleotida berbasa guanine pada nukleotida di ujung 5’, hal ini terjadi karena terbentuknya ikatan tak lazim antara 5’ dan 5’. Peristiwa ini berguna agar mRNA dapat menempel pada ribosom dan menghindari terdegradasinya mRNA oleh enzim 5’ exonulcease. Sedangkan penambahan poly-A tail atau disebut polyadenilation adalah penambahan rangkaian mRNA pada bagian ujung 3’yang akan memberi sinyal ujung akhir dari RNA-d. Peranan penambahan poly-A tail sangat penting dalam stabilitas RNA-d. Sebagai contoh misalnya RNA-d protein globin yang masih memiliki poly-A tail normal, yang di suntikan kedalam oosit katak, akan tetap aktif (ditranslasikan) dalam jangka waktu yang cukup lama, sebaliknya jika yang dimsukkan ke dalam oosit katak adalah RNA-d globin tanpa poly-A tail, maka RNA-d tersebut tidak lama bertahan aktif karena segera mangalami degradasi.
3. Mengapa perlu ada splicing pada RNA?
  • Splicing RNA merupakan pemotongan intron untuk menggabungkan exon dalam peristiwa transkripsi. Gen terdiri atas exon sebagai bagian yang akan diterjemahkan dan intron sebagai bagian yang menerjemahkan. Bagian exon nantinya akan ditranskripsikan menjadi m-RNA, sedangkan intron terletak di antara exon. Gen yang mengandung intron akan ditranskripsikan menjadi pre-m-RNA yang harus menjalani splicing. RNAsn dan kompleks protein akan bergabung membentuk spliceosome yang akan memotong intron. Spliceosome akan mengikat ujung 5' dan 3' dari intron, membentuk lengkungan dan kemudian memotong intron tersebut. Hilangnya intron akan membuat exon bersatu sehingga pre-m-RNA berubah menjadi m-RNA yang siap diranslasikan menjadi protein. Proses splicing tersebut sangat penting karena jika intron tidak dipotong maka m-RNA yang tercipta tidak runtut dan tidak matang serta gen tidak dapat membentuk protein yang berfungsi. Pemotongan intron juga harus berjalan dengan sempurna, apabila bagian exson ikut terpotong maka akan terjadi kesalahan pembacaan m-RNA sehingga menghasilkan protein yang salah pula. Misalnya exon yang satu memiliki urutan nukleotida UUUAGA dan exon lain memiliki urutan nukleotida UAAGGC. Apabila kedua exon tersebut disatukan dengan benar akan membentuk m-RNA UUUAGAUAAGGC. Namun apabila terjadi kesalahan pada pemotongan intron sehingga ada salah satu nukleotida exon yang terpotong maka akan menghasilkan m-RNA dengan urutan yang berbeda sehingga translasinya akan menghasilkan protein yang berbeda pula.

Makalah Penyalahgunaan narkoba di indonesia


MATA KULIAH PANCASILA


Penyalahgunaan Narkoba di Indonesia 
Berdasarkan Sudut Pandang Pancasila

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pancasila

Dosen Pengampu:
Drs. Syarifuddin
NIP 195905201986021001

Disusun oleh:
Ika Fitrianingsih
170210104091

UNIVERSITAS JEMBER
2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun haturkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karuniaNya kepada penyusun sehingga makalah Penyalahgunaan Narkoba di Indonesia dan Keterkaitannya dengan Pancasila dapat terselesaikan dengan baik.
Terimakasih kepada Bapak Drs. Syarifuddin yang telah membimbing dan memberikan pengarahan dalam penyelesaian tugas makalah ini. Tidak lupa kami ucapkan terima kasih pula kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian tugas makalah ini.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pancasila. Dengan harapan makalah ini bermanfaat bagi para pembaca. Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman dari penyusun, penyusun yakin masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini baik dalam bentuk, isi maupun yang lain. Oleh karena itu penyusun sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca.
Penyusun
Jember, 3 April 2018

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR ............................................................................ I
DAFTAR ISI ........................................................................................... II
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................... 2
1.3 Tujuan ......................................................................................... 2
1.4 Manfaat ....................................................................................... 2
BAB 2 PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Narkoba ................................................................... 3
2.2 Permasalahan Narkoba di Indonesia Berdasarkan Sudut
Pandang Pancasila ...................................................................... 4
2.3 Faktor-faktor Penyalahgunaan Narkoba .................................... 5
2.4 Dampak Permasalahan Narkoba bagi negara Indonesia ............ 6
2.5 Solusi dari Maraknya Pemakai Narkoba di Indonesia
berdasarkan Sudut Pandang Pancasila ....................................... 7
BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan ................................................................................ 10
3.2 Saran ............................................................................................ 10
Daftar Pustaka
Lampiran

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pesatnya kemajuan zaman diiringi dengan kemajuan teknologi yang tak henti-hentinya. Kemajuan teknologi dapat memberikan dampak positif seperti halnya memberikan suatu kemudahan dalam berhubungan melalui alat-alat komunikasi dan dampak negative seperti banyaknya para generasi muda yang terjerumus ke dalam pergaulan bebas dan pemakaian obat-obatan terlarang seperti narkoba. Lewat alat-alat komunikasi penyalahgunaan narkoba mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Indonesia telah menjadi pasar yang menggairahkan bagi produsen obat-obatan tersebut. Melalui berbagai cara pemasaran yang terorganisir secara rapi, para pendengar narkoba gencar mendekati konsumen pemula yang meliputi segala lapisan umur dan strata sosial, dari murid SD sampai kalangan mahasiswa.
Hal yang saat ini merisaukan adalah gencarnya penyalahgunaan narkoba di kalangan anak-anak dan remaja. Anak-anak dan remaja merupakan sasaran utama bagi para pengedar narkoba dengan memanfaatkan rasa ingin tahu mereka. Dapat kita bayangkan bagaimana kelangsungan bangsa Indonesia ini jika generasi penerus bangsa telah diracuni barang haram tersebut secara terus menerus. Tidak hanya itu banyak kalangan remaja yang menyalahgunakan narkoba hanya untuk lari dari masalah. Karena narkoba sangat marak-maraknya beredar di bangsa tercinta ini maka kita sebagai mahasiswa harus mampu berpikir kritis dan harus menjadi agent of change untuk kemajuan Negeri Tanah Air ini. Dengan cara memberikan pengetahuan seputar narkoba terhadap kalangan remaja yang kurang memahami, untuk itu makalah ini disusun guna sebagai informasi seputar maraknya narkoba di Indonesia ini agar bangsa Indonesia menyadari pengaruh negative narkoba terhadap kesehatan dan negara Indonesia ini.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana pengertian narkoba?
1.2.2 Bagaimana permasalahan narkoba di Indonesia berdasarkan sudut pandang Pancasila?
1.2.3 Bagaimana factor-faktor yang mempengaruhi penyalahgunaan narkoba?
1.2.4 Bagaimana dampak permasalahan narkoba bagi negara Indonesia?
1.2.5 Bagaimana solusi dari maraknya pemakai narkoba di Indonesia berdasarkan sudut pandang Pancasila?
1.3 Tujuan
1.3.1 Mengetahui pengertian narkoba berdasarkan sudut pandang Pancasila.
1.3.2 Mengetahui permasalahan narkoba di Indonesia menurut sudut pandang Pancasila.
1.3.3 Mengetahui factor-faktor yang mempengaruhi penyalahgunaan narkoba.
1.3.4 Mengetahui dampak permasalahan narkoba bagi negara Indonesia.
1.3.5 Mengetahui solusi dari maraknya pemakai narkoba di Indonesia berdasarkan sudut pandang Pancasila.
1.4 Manfaat
1.4.1 Sebagai media pembelajaran seputar pengertian narkoba berdasarkan sudut pandang Pancasila.
1.4.2 Sebagai media agar orang awam bisa memahami permasalahan narkoba di Indonesia, factor-faktor yang mempengaruhi penyalahgunaan narkoba dan dampaknya serta solusi dari maraknya pemakai narkoba di era modern ini.

BAB 2 PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Narkoba
Narkoba (narkotika, psikotropika dan bahan adiktif) atau bisa disebut juga dengan NAPZA (Narkotika, psikotropika dan zat adiktif) adalah sekelompok obat yang berpengaruh terhadap kerja tubuh terutama otak. Narkoba merupakan obat yang bermanfaat dalam bidang pengobatan, pelayanan kesehatan, dan pengembangan ilmu pengetahuan. Dalam bidang kesehatan misalnya digunakan untuk efek penghilang rasa sakit. Efek lain yang ditimbulkan oleh narkoba yaitu efek nikmat. Efek tersebut yang menyebakan narkoba banyak disalahgunakan untuk pemakaian di luar bidang kesehatan (Hasanah, 2014:4).
Narkotika merupakan salah satu bagian dari narkoba yang berasal dari tanaman dan disebut sebagai obat-obatan anestesi, penggunaan narkotika dapat mengakibatkan hilangnya kesadaran karena pengaruh sistem susunan saraf pusat dan dapat menimbulkan ketergantungan. Narkotika golongan I adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak ditujukan untuk terapi serta mempunyai potensi sangat tinggi menimbulkan ketergantungan, contohnya heroin. Narkotika golongan II adalah narkotika yang memiliki khasiat pengobatan dan sering digunakan sebagai obat alternatif tapi sebagai pilihan yang terakhir, contohnya morfin (Sholihah, 2013:155).
Berdasarkan Undang-Undang No.5 Tahun 1997, psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Berdasarkan ilmu farmakologi, psikotropika dikelompokkan ke dalam tiga golongan, yaitu:
1. Kelompok depresan yaitu penekan saraf pusat, penenang, obat tidur seperti valium, Bk, megadon dan sejenisnya. Ketika jenis ini diminum maka akan memberikan rasa tenang, mengantuk, tentram, damai dan menghilangkan rasa takut serta gelisah.
2. Kelompok stimulantyaitu perangsang saraf pusat anti tidur seperti amfetamin, ekstasi dan sabu. Ketika jenis ini diminum maka akan mendatangkan rasa tidak lapar.
3. Kelompok halusinogen yaitu obata yang dapat menimbulkan khayalan seperti LCD.
Zat adiktif adalah bahan-bahan yang apabila dikonsumsi oleh makhluk hidup maka dapat menimbulkan ketergantungan atau adiksi yang sulit dihentikan dan berefek ingin menggunakannya secara terus menerus atau ketergantungan psikis. Namun apabila dihentikan akan menimbulkan efek yang luar biasa atau rasa sakit yang luar biasa bagi pengonsumsi. Contoh zat adiktif ini seperti golongan alkohol, nikotin kafein dan sebagainya. (Sholihah, 2013:155).
2.2 Permasalahan Narkoba di Indonesia Berdasarkan Sudut Pandang Pancasila
Permasalahan narkoba di Indonesia merupakan sesuatu yang bersifat urgent dan kompleks. Dalam kurun waktu satu dekade terakhir permasalahan ini menjadi marak. Terbukti dengan bertambahnya jumlah penyalahguna atau pecandu narkoba secara signifikan, seiring meningkatnya pengungkapan kasus tindak kejahatan narkoba yang semakin beragam polanya dan semakin masif pula jaringan sindikatnya. Sampai saat ini tingkat peredaran narkoba sudah merambah pada berbagai level, tidak hanya pada daerah perkotaan saja melainkan sudah menyentuh komunitas pedesaan.
Penggunaan narkotika dan obat-obatan terlarang (narkoba) di kalangan remaja dinilai memprihatinkan. Tidak hanya itu, angka pengguna narkoba di Ibu Kota DKI Jakarta, juga terbilang tinggi. Berdasarkan data Badan Narkotika Nasional (BNN) 2,2% dari total populasi orang di Indonesia terjerat narkoba. Hal itu berdasarkan hasil penelitian terbaru BNN dan Universitas Indonesia (UI). Di Provinsi Jawa Tengah, terdapat sekitar 500 ribu penduduk yang terlibat dalam penyalahgunaan obat-obatan terlarang tersebut. Sedangkan, penggunaan narkoba di wilayah DKI Jakarta mencapai angka 7%
dan merupakan angka tertinggi dibandingkan dengan kota lain. Kota lain rata-rata hanya berada pada angka 2,2% pengguna dari jumlah penduduknya, selisih 4,8% dibandingkan dengan Jakarta. Hingga kini penyebaran narkoba sudah hampir tak bisa dicegah. Mengingat hampir seluruh penduduk dunia dapat dengan mudah mendapat narkoba dari oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Misalnya saja dari bandar narkoba yang senang mencari mangsa didaerah sekolah, diskotik, tempat pelacuran, dan tempat-tempat perkumpulan geng. Tentu saja hal ini bisa membuat para orang tua, ormas, pemerintah khawatir akan penyebaran narkoba yang begitu meraja rela.
Masalah penyalahgunaan narkoba di Indonesia sudah sangat memprihatinkan. Hal ini disebabkan beberapa hal antara lain karena Indonesia yang terletak pada posisi di antara tiga benua dan mengingat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka pengaruh globalisasi, arus transportasi yang sangat maju dan penggeseran nilai materialistis dengan dinamika sasaran opini peredaran gelap narkoba. Kekhawatiran ini semakin di pertajam akibat maraknya peredaran gelap narkotika yang telah merebak di segala lapisan masyarakat, termasuk di kalangan generasi muda. Hal ini akan sangat berpengaruh terhadap kehidupan bangsa dan negara pada masa mendatang.
Perilaku sebagian remaja yang secara nyata telah jauh mengabaikan nilai-nilai kaidah dan norma serta hukum yang berlaku di tengah kehidupan masyarakat menjadi salah satu penyebab maraknya penggunaan narkoba di kalangan generasi muda. Dalam kehidupan sehari-hari di tengah-tengah masyarakat masih banyak dijumpai remaja yang masih melakukan penyalahgunaan narkoba.
Berikut landasan hukum yang berupa peraturan perundang undangan dan konvensi yang sudah diratifikasi cukup banyak di Indonesia yaitu
1. Undang-undang No. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika menyatakan:
 Pasal 45 : pecandu narkotika wajibmenjalani pengobatan atau perawatan.
 Pasal 36 : orang tua atau wali pecandu yang belum cukup umur bila sengaja tidak melaporkan diancam kurungan paling lama 6 bulan atau denda paling banyak satu juta.
 Pasal 88 : Pecandu narkotika yang telah dewasa sengaja tidak melapor diancam kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak dua juta rupiah, sedang bagi keluarganya paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak satu juta rupiah.
2. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika, menyatakan :
 Pasal 37 ayat (1) : Pengguna psikotropika yang menderita syndrome ketergantungan berkewajiban ikut serta dalam pengobatan atau perawatan.
 Pasal 64 ayat (1) : barang siapa menghalang-halangi penderita syndrome ketergantungan untuk menjalani pengobatan dan/atau perawatan pada fasilitas rehabilitasi sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 37, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak 20 juta rupiah.
2.3 Faktor-faktor Penyalahgunaan Narkoba
Penyebab terjerumusnya seseorang dalam penyalahgunaan narkoba disebabkan oleh banyak factor baik factor internal maupun factor eksternal.
1. Factor internal, yaitu factor yang berasal dari diri seseorang yang terdiri dari:
a) Kepribadian
Apabila kepribadian seseorang labil, kurang baik, dan mudah dipengaruhi orang lain maka lebih mudah terjerumus dalam penyalahgunaan narkoba.
b) Keluarga
Jika hubungan dengan keluarga kurang harmonis (broken home) maka seseorang akan mudah merasa putus asa dan frustasi.
c) Ekonomi
Kesulitan mencari pekerjaan menimbulkan keinginan untuk bekerja menjadi pengedar narkoba. Seseorang yang ekonomi cukup mampu,
tetapi kurang perhatian yang cukup dari keluarga atau masuk dalam lingkungan yang salah serta kurang rasa bersyukur maka juga akan mudah terjerumus jadi pengguna narkoba.
d) Pendidikan
Pengetahuan akan bahaya penyalahgunaan narkoba di sekolah-sekolah juga merupakan salah satu bentuk kampanye anti penyalahgunaan narkoba. Kurangnya pengetahuan yang dimiliki oleh siswa-siswi akan bahaya narkoba juga dapat memberikan andil terhadap meluasnya penyalahgunaan narkoba di kalangan pelajar.
2. Factor eksternal, yaitu factor penyebab yang berasal dari luar seseorang yang mempengaruhi dalam melakukan suatu tindakan, dalam hal ini penyalahgunaan narkoba. Factor eksternal itu sendiri terdiri dari:
1. Pergaulan
Teman sebaya mempunyai pengaruh cukup kuat terjadinya penyalahgunaan narkoba, biasanya berawal dari ikut-ikutan teman terutama bagi remaja yang memiliki mental dan kepribadian cukup lemah.
2. Social (Masyarakat)
Lingkungan masyarakat yang baik terkontrol dan memiliki organisasi yang baik akan mencegah terjadinya penyalahgunaan narkoba, begitu sebaliknya apabila lingkungan sosial yang cenderung apatis dan tidak mempedulikan keadaan lingkungan sekitar dapat menyebabkan maraknya penyalahgunaan narkoba di kalangan remaja (Amanda, 2017: 340).
2.4 Dampak Permasalahan Narkoba bagi Negara Indonesia
Dampak dari makin maraknya kasus-kasus penyalahgunaan narkoba dengan semakin maraknya juga pengguna narkoba pada akhirnya terjadi lost generation (hilangnya satu generasi). Hal ini berdasarkan asumsi bahwa sebagian besar penyalahgunaan narkoba adalah sekelompok usia muda. Banyaknya pengguna yang berusia muda dapat mengancam kehidupan
generasi muda yang merupakan generasi penerus bangsa (Purwatiningsih, 2001: 38).
Pemuda sebagai generasi yang diharapkan bangsa, semakin hari semakin rapuh digerogoti zat-zat adiktif penghancur syaraf. Sehingga pemuda tersebut tidak dapat berpikir jernih, akibatnya generasi harapan bangsa yang tangguh dan cerdas hanya akan tinggal kenangan. Jika semakin hari pengguna narkoba pada kalangan muda di Indonesia semakin mengalami peningkatan maka akibatnya Indonesia tidak mempunyai generasi penerus bangsa yang bia diandalkan dan hal tersebut akan berdampak pada kemajuan negara Indonesia ini sendiri. Ketika negara Indonesia ini semakin terpuruk akibat generasi muda yang terus teracuni dan tidak bisa diandalkan maka lama kelaman angka kemiskinan, kesehatan dan mutu pendidikan akan terus merosot, sehingga Indonesia semakin terpuruk dan tidak bisa bangkit lagi. Hal tersebut terjadi karena pada dasarnya kemajuan negara Indonesia ini terletak pada generasi penerus bangsa yaitu kalangan pemuda dan target dari penyebaran narkoba ini adalah kaum muda atau remaja. Kalau dirata-ratakan, penyebaran sasaran narkoba ini adalah usia pelajar, yaitu berkisar umur 11 sampai 24 tahun. Sehingga perlulah upaya yang harus diantisipasi kebelakangnya agar Indonesia bisa bangkit bukan malah terpuruk dengan pesatnya kemajuan teknologi sekarang ini (Ibrahimn, 2015:10).
2.5 Solusi dari Maraknya Pemakai Narkoba di Indonesia Berdasarkan Sudut Pandang Pancasila
Penyalahgunaan narkoba merupakan suatu problema yang sangat kompleks, sehingga diperlukan upaya dan dukungan dari semua pihak agar dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Pencegahan dan penanggulangan narkoba bukan hanya tanggung jawab pemerintah namun upaya tersebut merupakan tanggung jawab masyarakat umum yang diawali dari kelompok terkecil yaitu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat tempat para remaja mengaktualisasikan dirinya. Ada tiga tingkat intervensi yang dapat dilakukan dalam menanggulangi masalah penyalahgunaan narkoba yaitu:
1. Primer (fungsi preventif ) yaitu sebelum penyalahgunaan terjadi. Biasanya dalam bentuk pendidikan, penyebaran informasi mengenai bahaya narkoba, pendekatan melalui keluarga, dll. Dalam menjalankan fungsi ini, upaya yang harus di lakukan oleh pemerintah meliputi melakukan sosialisasi secara berkala, pendirian lembaga-lembaga pengawasan, membentuk aturan perundang-undangan dalam berbagai bentuk, dan bahkan menjalin kerjasama inernasional baik bilateral, regional, maupun multilateral. Selain itu, kegiatan yang dapat dilakukan seputar pemberian informasi melalui berbagai bentuk materi komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) yang ditujukan kepada remaja langsung dan keluarga.
2. Sekunder yaitu upaya pada saat penggunaan sudah terjadi dan diperlukan proses penyembuhan (treatment). Fase ini meliputi fase penerimaan awal antara 1 - 3 hari dengan melakukan pemeriksaan fisik dan mental; fase detoksifikasi dan terapi komplikasi medik, antara 1 - 3 minggu untuk melakukan pengurangan ketergantungan bahan-bahan adiktif secara bertahap.
3. Tertier, yaitu upaya untuk merehabilitasi mereka yang sudah memakai dan dalam proses penyembuhan. Tahap ini terdiri atas fase stabilisasi, antara 3-12 bulan, untuk mempersiapkan pengguna kembali ke masyarakat dan fase sosialiasi dalam masyarakat, agar mantan penyalahguna narkoba mampu mengembangkan kehidupan yang bermakna di masyarakat. Tahap ini biasanya berupa kegiatan konseling, membuat kelompok-kelompok dukungan, mengembangkan kegiatan alternatif, dll.
Selain itu, ada juga pendapat yang menyatakan bahwa permasalahan remaja tersebut dapat diupayakan dengan tiga pendekatan, yaitu:
1. Pendekatan agama (religius). Melalui pendekatan ini, mereka yang masih ‘bersih’ dari dunia narkoba, senantiasa ditanamkan ajaran agama yang mereka anut. Setiap agama mengajarkan pemeluknya untuk menegakkan kebaikan, menghindari kerusakan, baik pada dirinya, keluarganya, maupun lingkungan sekitarnya. Sedangkan bagi mereka yang sudah terlanjur
masuk dalam lingkaran narkoba, hendaknya diingatkan kembali nilai-nilai yang terkandung di dalam ajaran agama yang diyakini. Dengan jalan demikian, diharapkan ajaran agama yang pernah tertanam dalam benak mereka mampu menggugah jiwa mereka untuk kembali ke jalan yang benar.
2. Pendekatan psikologis. Dengan pendekatan ini, mereka yang belum terjamah narkoba diberikan nasihat dari hati ke hati oleh orang-orang yang dekat dengannya, sesuai dengan karakter kepribadian mereka. Langkah persuasif melalui pendekatan psikologis ini diharapkan mampu menanamkan kesadaran dari dalam hati mereka untuk menjauhi dunia narkoba. Adapun bagi mereka yang telah larut ke dalam narkoba, melalui pendekatan ini dapat diketahui, apakah mereka masuk dalam kategori pribadi yang ekstrovert (terbuka), introvert (tertutup), atau sensitif. Dengan mengetahui latar belakang kepribadian mereka, maka pendekatan ini diharapkan mampu mengembalikan mereka pada kehidupan nyata, menyusun kembali perjalanan hidup yang sebelumnya mulai runtuh, sehingga menjadi utuh kembali.
3. Pendekatan sosial. Dengan menciptakan lingkungan keluarga dan masyarakat yang positif. Hal ini dapat dilakukan melalui komunikasi dua arah, bersikap terbuka dan jujur, mendengarkan dan menghormati pendapat anak (Amanda, 2017 : 344).
 
BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.1.1 Narkoba merupakan obat yang bermanfaat dalam bidang pengobatan, pelayanan kesehatan, dan pengembangan ilmu pengetahuan. Dalam bidang kesehatan misalnya digunakan untuk efek penghilang rasa sakit. Efek lain yang ditimbulkan oleh narkoba yaitu efek nikmat. Namun efek tersebut yang menyebakan narkoba banyak disalahgunakan untuk pemakaian di luar bidang kesehatan yang mana banyak disalahgunakan oleh kaum remaja.
3.1.2 Permasalahan narkoba di Indonesia merupakan sesuatu yang bersifat urgent dan kompleks. Dalam kurun waktu satu dekade terakhir permasalahan ini menjadi marak. Terbukti dengan bertambahnya jumlah penyalahguna atau pecandu narkoba secara signifikan, seiring meningkatnya pengungkapan kasus tindak kejahatan narkoba yang semakin beragam polanya dan semakin masif pula jaringan sindikatnya. Sampai saat ini tingkat peredaran narkoba sudah merambah pada berbagai level, tidak hanya pada daerah perkotaan saja melainkan sudah menyentuh komunitas pedesaan.
3.1.3 Faktor-faktor penyalahgunaan narkoba terdiri dari factor internal dan eksternal. Factor internal sendiri merupakan factor yang lahir dari diri seseorang tersebut seperti kepribadian, keluarga, ekonomi dan pendidikan. Factor eksternal yaitu factor yang berasal dari teman sebaya dan lingkungan masyarakat.
3.1.4 Dampak dari makin maraknya kasus-kasus penyalahgunaan narkoba bagi negara Indonesia yaitu dengan semakin maraknya pengguna narkoba pada akhirnya terjadi lost generation (hilangnya satu generasi) akibatnya negara Indonesia mengalami ketidakstabilan dan berdampak pada kemajuan negara.
3.1.5 Upaya atau solusi penyalahgunaan narkoba data diatasi dengan cara yaitu sebelum terjadi penyalahgunaan dilakukan penyuluhan tentang bahaya narkoba, namun jika sudah terjadi penyalahgunaan narkoba maka dilakukan penyembuhan secara medis dan dilakukan rehabilitasi.
3.2 Saran
Sebaiknya pembaca mencari referensi yang lebih lengkap lagi, dengan cara mencari literature lain karena makalah ini masih jauh dari kata sempurna
 
Daftar Pustaka
Purwatiningsih, Sri. 2015. 2001. Penyalahgunaan Narkoba Di Indonesia. Jurnal : Populasi. Vol. 12 (1) : 37-54
Hasanah, U. H. Dwiatri, Murtiati, Tri, Dan Rahayu, Sri. 2014. Pengaruh Penyuluhan Narkotika, Psikotropika Dan Zat Adiktif (Napza) Terhadap Pengetahuan Siswa Smk Tentang Penyalahgunaan Obat. Jurnal : Biosfer. Vol. 7 (2) : 4-9
Amanda, P. Maudy, Dkk. 2017. Penyalahgunaan Narkoba Di Kalangan Remaja (Adolescent Substance Abuse). Jurnal Penelitian Dan PPM. Vol. 4 (2) :129-389
Ibrahimn, Ashfie Dan Fajar, Deska. 2015. Penyalahgunaan Narkoba Pada Remaja Dan Keterkaitannya Terhadap Nilai-Nilai Pancasila. Purwokerto: Universitas Jenderal Soedirman